

Wahyu Ivan
Frontend Engineer
4 min baca
26 Maret 2025
Apakah wawancara coding masih relevan? Curang pakai AI & masa depan rekrutmen engineer di dunia tech
AI bikin heboh dunia wawancara coding. Sekarang, dengan tool canggih seperti InterviewCoder.co yang bisa secara otomatis memberikan solusi, apakah tes coding yang 'gitu-gitu aja' masih relevan? Kita akan kupas tuntas bagaimana AI mengubah proses rekrutmen engineer, apa masa depan rekrutmen di dunia tech, dan mengapa banyak perusahaan mulai memikirkan ulang cara mereka merekrut.
Belakangan, X (dulunya, Twitter) sedang ramai membahas InterviewCoder.co, sebuah tool AI yang bisa secara otomatis mengerjakan tantangan rekrutmen engineer. Banyak yang menyebut ini "AI siluman," karena bisa membantu kandidat supaya lolos tes coding daring tanpa ketahuan. Coba bayangkan, Anda ikut tes, menyalakan tool-nya, dan AI langsung memberikan jawaban yang sempurna. Tak perlu pusing, tak perlu pikir keras, bahkan tak perlu persiapan. Kalau terus begini, untuk apa kita mengadakan wawancara coding?
Curang pakai AI atau memang sudah waktunya beradaptasi?
Dulu, menyontek saat tes coding itu sangat ribet. Paling banter cuma bisa pakai monitor kedua atau meng-Google jawaban. Nah, sejak ada AI, menyontek pas tes coding itu malah naik level. AI bisa membuatkan solusi lengkap, menjelaskan detailnya, dan menulis kode yang lebih optimal. AI tidak cuma tahu jawabannya, tetapi juga bisa mengerjakan wawancara lebih baik dari kita.
Munculnya AI untuk mengerjakan tes coding ini membuat kita berpikir: apakah kita curang, atau memang ini adalah evolusi alami dari industri? Banyak netizen di X bilang, tes coding tradisional seperti di LeetCode itu sudah tidak relevan untuk mengukur kemampuan kerja di dunia nyata. Lagipula, di pekerjaan sehari-hari, engineer pun sudah biasa pakai tool AI, seperti ChatGPT, untuk menulis kode atau menambahkan test case. Terus kenapa wawancara coding harus berbeda? Tapi di sisi lain, kalau AI bisa mengerjakan semua masalah, apa yang lagi diuji oleh perusahaan? Keahlian, atau cuma kelihaian kita mengakali sistem?

Perekrut sudah mulai curiga. Kalau solusinya kelihatan "terlalu sempurna," sudah pasti mereka langsung curiga. Ada perusahaan yang mulai membuat alat pendeteksi AI, tetapi ada juga yang mulai memikirin ulang semua proses wawancara teknis mereka. Sepertinya, memang sudah waktunya kita cari cara lain yang lebih baik.
Masalah sebenarnya: Wawancara coding itu sudah rusak dari dulu
Jujur saja, wawancara coding itu sudah bermasalah bahkan sebelum AI ada. Banyak perusahaan masih memakai sistem penilaian yang tak ada hubungannya dengan pekerjaan yang sebenarnya, misalnya membuat quicksort dari nol. Padahal setelah kerja di perusahaannya, tugasnya cuma debugging API, review pull request, atau memikirkan arsitektur sistem. Jomplang banget, 'kan?
Lalu, tes "cepat-cepatan ngoding" itu semakin tidak masuk akal sekarang. Pewawancara meminta kita berpikir, menulis kode, dan menjelaskan solusinya dalam hitungan menit. Padahal, pekerjaan engineer riil itu butuh riset, percobaan, dan kerja sama tim. Dengan AI yang bisa kasih solusi secara instan, keanehan tes ini semakin kelihatan. Apakah kita sedang menguji kemampuan memecahkan masalah, atau sekadar mengukur siapa yang bisa mengetik paling cepat dalam keadaan panik? Makanya, kita butuh strategi perekrutan yang lebih masuk akal.

Kalau bukan tes coding, lalu bagaimana? Masa depan rekrutmen di dunia tech
Kalau wawancara coding sudah tak ada gunanya lagi, apa gantinya? Masa depan rekrutmen teknis itu harusnya menggunakan cara yang lebih mirip dengan pekerjaan riilnya. Ini dia beberapa alternatif yang mungkin bisa dicoba:
- Penilaian Berbasis Proyek: Daripada memberikan soal algoritma, lebih baik memberikan tantangan coding yang riil. Misalnya, untuk frontend engineer, Anda bisa meminta kandidat untuk membuat UI. Sedangkan untuk backend, API kecil. Cara ini bisa betul-betul mengetes keahlian kandidat, bukan seberapa jago mereka menghapal.
- Live Coding yang Fokus ke Penjelasan: Jangan suruh mereka buru-buru. Beri waktu untuk berpikir dan minta mereka jelaskan alur pikirannya. Ini memnunjukkan bagaimana mereka mencari solusi dan memikirkan trade-off, yang jauh lebih penting daripada cuma menghapal jawaban.
- Sesi Pair Programming: Engineer itu jarang bekerja sendirian. Jadi, baiknya tes mereka dengan mengajak pair programming sama pewawancara untuk memecahkan masalah bersama. Dengan ini, perekrut bisa lihat keahlian komunikasi, kolaborasi, dan debugging mereka. Jauh lebih penting daripada bisa membalikkan linked list sambil memejamkan mata.
- Wawancara Sistem Desain: AI mungkin jago menulis kode, tapi dia tidak bisa melihat the big-picture. Wawancara sistem desain memaksa kandidat untuk memikirkan skalabilitas, trade-off, dan arsitektur. Ini merupakan tes yang jauh lebih baik untuk mengukur kematangan seorang engineer dan cara mereka berpikir strategis—skill yang sulit ditiru AI.
Dengan keluar dari cara-cara lama, perusahaan bisa punya strategi perekrutan yang lebih efektif, adil, dan siap menghadapi masa depan, yang betul-betuk bisa menemukan talenta terbaik.
Kesimpulan
The bottom line: Masa depan rekrutment engineer ada di tangan kita
Intinya, tes coding di era AI ini harus berevolusi. Kehadiran tool, seperti InterviewCoder.co, bukan cuma membuat kecurangan jadi mudah, tetapi juga menunjukkan kelemahan mendasar dalam proses rekrutmen engineer yang ada. Kalau AI bisa lulus wawancara coding dengan mudah, artinya metode wawancaranyalah yang bermasalah. Industri teknologi seharusnya bergeser dari menguji hafalan ke mengevaluasi kemampuan engineer yang asli, seperti berpikir kritis, memecahkan masalah, dan kolaborasi.
Engineer terbaik di masa depan bukanlah yang paling cepat menyelesaikan puzzle algoritma. Tapi, mereka yang tahu cara menggunakan AI secara efektif, sambil tetap membawa kreativitas dan skill memecahkan masalah. Jadi, daripada terus-menerus bertanya apakah wawancara coding masih relevan, mungkin pertanyaan yang lebih tepat adalah: Bagaimana kita bisa membuat strategi perekrutan yang lebih adil, realistis, dan efektif di era AI ini?
